Rabu, 28 September 2011

BATIK PUN PUNYA UNSUR MATEMATIKA

Batik tidak hanya kaya akan filosofi. Batik juga kaya akan penghitungan matematika. Tampaknya nenek moyang kita telah meninggalkan jejak matematika fractal pada kain batik Indonesia.
Adalah M. Lukman, Yun Hariadi alumnus ITB, dan Nancy Margried alumnus Universitas Padjajaran Bandung membentuk Pixel People Project. Nancy mengungkapkan munculnya ide batik fractal saat ia bersama Yun dan Luki (Lukman) membicarakan objek yang unik untuk dijadikan desain. Luki yang menjadi desainer senang menggambar objek unik. Ia sering menggambar robot atau tokoh komik dengan teori matematika fractal. Pada suatu ketika Nancy meminta agar Luki menggambar objek yang lebih organis seperti tumbuhan. Luki melukiskan gambar organic, yang kemudian tampak seperti batik.
Yun yang ahli matematika sepakat untuk meneliti kemungkinan batik-batik di Indonesia memiliki unsur matematika. Dari situ, mereka mulai mengumpulkan berbagai ragam motif batik untuk dianalisis dari sudut pandang matematika. Sebanyak 300 motif batik dianalisis. Mereka juga berkonsultasi dengan Achmad Haldani yang terkenal sebagai ahli batik tradisional di Seni Rupa dan Desain ITB.
“Ternyata dari hasil penelitian itu etiap batik tradisional memilikiunsur matematika. Ketika diaplikasikan ke computer dengan menggunakan rumusan matematika fractal, terdapat kesamaan.” Kata Nancy.
Dengan rumusan matematika fractal itulah batik-batik tradisional itu bisa dikembangkan dan dimodifikasi. Mereka kemudian menyebut batik hasil modifikasi itu sebagai motif batik fractal.
Sekitar 300 batik yang tersebar di Indonesia telah diteliti lalu didesain ulang lewat computer dengan menggunakan peranti lunak open source khusus, yaitu J-Batik.
Hasil riset komperhensif yang dikembangkan lewat analisis fractal, menurut Luki, bisa menjadi pembuktian sahih bahwa akar batik memang berasal dari Indonesia. “Pembuktian itu benar bahwa batik bukan dari negeri lain, tapi dari Indonesia. Dengan riset itu pula bisa membantu prediksi terhadap perkembangan motif batik Indonesia di masa depan,” jelas Luki.
Inovasi yang terbilang sebagai sebuah terobosan baru di Indonesia itu sangat menggembirakan. Apalagi desain pertama mereka bisa dipamerkan dalam ajang konferensi internasional seni generatif di Milan, Italia, akhir 2007 lalu.
“Dan kami satu-satunya yang menampilkan warisan tradisional dalam pameran itu. Responnya pun cukup bagus,” imbuh Luki.
Apalagi saat ini desain-desain batik fractal mereka telah masuk ranah industri. Rumah batik Komar di Bandung telah bekerjasama dengan Pixel dalam pengembangan batik fractal itu. Dan mantan Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman pun disebut-sebut sebagai salah satu pelanggan favorit batik fractal ini.

Keterbatasan itu membuat Luki selaku pencipta desain akan menciptakan desain lebih sederhana.
Nancy dan Luki menambahkan, setiap satu motif batik tradisional bisa didesain ulang dan dikembangkan menjadi ribuan motif baru. Namun, ada pula kendalanya di lapangan. “Tidak semua perusahaan alat batik bisa menciptakan alat batik yang cukup rumit. Jadi kalau motifnya mau dikembangkan lebih rumit lagi, takutnya malah tidak bisa dicetak,” kata Nancy yang menjadi kepala bisnis dalam perusahaan mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar